JAKARTA - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi melanjutkan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) dengan skema baru yang lebih terstruktur. Program ini ditujukan untuk tujuh sektor industri strategis yang memiliki dampak besar terhadap perekonomian nasional. Langkah ini diambil sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri, mempercepat pertumbuhan ekonomi, serta mengurangi ketergantungan pada produk impor.
Program HGBT yang disesuaikan ini mencakup sektor-sektor yang dianggap sangat bergantung pada pasokan gas bumi untuk proses produksinya. Tujuh sektor yang dimaksud meliputi industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Total pengguna gas bumi tertentu yang terdaftar dalam program ini mencapai 253 perusahaan yang tersebar di seluruh Indonesia.
Skema Baru Harga Gas Bumi Tertentu
Keputusan tentang perpanjangan program HGBT ini dituangkan dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 76.K/MG.01/MEM.M/2025, yang diterbitkan pada 26 Februari 2025. Keputusan ini merupakan perubahan kedua dari Keputusan Menteri ESDM Nomor 91.K/MG.01/MEM.M/2023, yang sebelumnya mengatur pengguna gas bumi tertentu. Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa kebijakan harga gas bumi kini dibedakan antara pemanfaatan gas sebagai bahan bakar dan bahan baku.
Berdasarkan keputusan terbaru, harga gas untuk sektor yang memanfaatkannya sebagai bahan bakar ditetapkan USD 7 per MMBTU (Million British Thermal Unit), sementara untuk sektor yang menggunakannya sebagai bahan baku, harga diturunkan menjadi USD 6,5 per MMBTU. Menurut Bahlil, perbedaan harga ini bertujuan untuk memberikan keuntungan lebih besar bagi sektor yang menggunakan gas untuk produksi barang-barang yang mendukung perekonomian nasional.
“Sesuai arahan Bapak Presiden Prabowo, HGBT dibedakan berdasarkan pemanfaatan gas bumi. Bagi sektor yang menggunakan gas sebagai bahan bakar, harganya ditetapkan sebesar USD 7 per MMBTU, sementara untuk bahan baku, harga gas diturunkan menjadi USD 6,5 per MMBTU,” ujar Bahlil .
Dampak Kebijakan HGBT terhadap Daya Saing Industri
Dengan kebijakan harga gas yang lebih rendah, pemerintah berharap dapat mendorong efisiensi biaya produksi dan mengurangi beban operasional industri dalam negeri. Sebelumnya, industri-industri yang menggunakan gas bumi tertentu menghadapi harga gas yang lebih tinggi, berkisar antara USD 6,75 hingga USD 7,75 per MMBTU. Penurunan harga gas yang kini diterapkan diharapkan dapat membuat produk-produk Indonesia lebih kompetitif di pasar global dan membuka lebih banyak lapangan pekerjaan di sektor-sektor yang mengandalkan pasokan gas bumi.
"Ketentuan harga baru ini akan meningkatkan efisiensi biaya produksi industri dalam negeri serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," kata Bahlil. Ia menambahkan bahwa kebijakan ini juga sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2020, yang bertujuan untuk mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi nasional melalui pengendalian harga energi.
Kebijakan ini juga diharapkan akan memberikan manfaat yang lebih luas, termasuk penurunan harga produk domestik, yang pada gilirannya dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Melalui kebijakan gas murah, diharapkan harga barang-barang kebutuhan pokok dan produk industri lainnya dapat lebih terjangkau.
Dukungan dari Industri dan Pengurangan Beban Subsidi Energi
Keberlanjutan kebijakan ini juga mendapatkan sambutan positif dari kalangan industri, salah satunya dari Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI). Ketua HKI, Sanny Iskandar, mengungkapkan bahwa kebijakan HGBT ini sangat penting untuk meningkatkan daya saing industri Indonesia, terutama di kawasan-kawasan industri yang terletak di negara-negara pesaing.
“Penerapan HGBT bagi industri di dalam kawasan industri sangat penting untuk meningkatkan daya saing kawasan-kawasan industri yang ada di negara pesaing, khususnya dalam menarik investor asing,” ujar Sanny Iskandar. Ia menambahkan bahwa kebijakan ini akan membantu kawasan industri di Indonesia menjadi lebih efisien dan menarik bagi investor global.
Selain itu, kebijakan HGBT juga berperan penting dalam sektor kelistrikan. Menurut Bahlil, kebijakan ini bertujuan untuk memastikan pasokan energi dengan harga yang lebih kompetitif. Dengan cara ini, tarif listrik dapat tetap stabil, sementara beban subsidi energi yang ditanggung oleh pemerintah dapat berkurang.
Dari 2020 hingga 2024, kebijakan HGBT telah membantu penghematan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik hingga triliunan rupiah. Pada 2022, penghematan BPP mencapai Rp 16,06 triliun, sementara subsidi listrik berhasil ditekan hingga Rp 4,10 triliun. Kompensasi listrik juga mengalami penurunan signifikan, dengan penghematan tertinggi tercatat sebesar Rp 13,09 triliun.
Manfaat Ekonomi yang Signifikan
Secara keseluruhan, kebijakan HGBT telah memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia, dengan total manfaat ekonomi mencapai Rp 247,26 triliun pada periode 2020-2023. Salah satu dampak paling signifikan adalah peningkatan ekspor, yang tercatat mencapai Rp 127,84 triliun, serta kenaikan penerimaan pajak sebesar Rp 23,30 triliun. Di sisi lain, investasi juga tumbuh pesat, dengan total investasi yang tercatat mencapai Rp 91,17 triliun, yang menunjukkan kepercayaan investor terhadap kebijakan pemerintah.
Selain itu, kebijakan ini juga membantu efisiensi anggaran negara, terutama dalam pengurangan subsidi untuk sektor pupuk, yang tercatat menghemat hingga Rp 4,94 triliun. Semua ini menunjukkan bahwa kebijakan HGBT tidak hanya meringankan anggaran negara tetapi juga memperkuat sektor industri nasional.
Evaluasi dan Koordinasi Lebih Lanjut
Pemerintah Indonesia juga menegaskan komitmennya untuk terus mengevaluasi pelaksanaan kebijakan ini. Bahlil memastikan bahwa koordinasi dengan instansi terkait akan terus dilakukan untuk memastikan bahwa kebijakan ini berjalan sesuai rencana dan memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat dan perekonomian nasional.
Dalam Keputusan Menteri ESDM terbaru, beberapa pengguna gas bumi tertentu yang sebelumnya tercatat kini tidak lagi mendapatkan pasokan gas dengan harga subsidi ini. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain karena mereka telah mendapatkan harga gas di plant gate yang lebih rendah dari USD 6,5 per MMBTU dan USD 7 per MMBTU atau mereka telah menghentikan penggunaan gas bumi dalam proses produksi mereka.
Dengan skema baru HGBT ini, pemerintah Indonesia berharap dapat menciptakan iklim industri yang lebih kompetitif dan efisien, memperkuat sektor industri domestik, serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan. Kebijakan ini tidak hanya memberikan dampak positif bagi dunia usaha, tetapi juga berperan penting dalam mengurangi beban subsidi energi dan meningkatkan efisiensi anggaran negara. Pemerintah berkomitmen untuk terus memantau pelaksanaan kebijakan ini, dengan harapan agar sektor industri Indonesia semakin maju dan dapat bersaing di pasar global.