JAKARTA - Fenomena banjir besar yang melanda sejumlah wilayah di Sumatra dan Aceh mendorong pemerintah bergerak cepat menelusuri penyebabnya. Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup berupaya memastikan bahwa setiap entitas usaha yang beroperasi di kawasan terdampak memenuhi ketentuan lingkungan yang diwajibkan.
Langkah investigasi ini menjadi fokus penting karena bencana yang terjadi tidak hanya menimbulkan kerugian material, tetapi juga mengancam keselamatan dan keberlanjutan ekosistem. Pemerintah menilai perlunya peninjauan menyeluruh agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.
KLH Tempuh Pemeriksaan Ketat Terhadap Delapan Perusahaan Terkait
Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan akan memanggil delapan perusahaan yang diduga memiliki keterkaitan dengan bencana banjir di beberapa daerah di Sumatra dan Aceh. Pemanggilan tersebut dijadwalkan berlangsung pada pekan depan untuk mengecek kelengkapan dokumen perizinan lingkungan masing-masing perusahaan.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup Diaz Hendropriyono menjelaskan bahwa panggilan ini merupakan bagian dari proses klarifikasi yang harus dilakukan pemerintah. Pemerintah ingin memastikan tidak ada pelanggaran dalam aktivitas usaha yang berpotensi memperburuk kondisi alam.
Berdasarkan peninjauan awal yang dilakukan di wilayah Aceh, Diaz menyampaikan bahwa keberadaan perkebunan kelapa sawit di kawasan tersebut masih tergolong terbatas. Kondisi ini membuat sektor perkebunan belum dapat dianggap sebagai pemicu utama banjir di area tersebut.
Sementara itu, kondisi di Sumatra Utara menunjukkan fakta yang berbeda karena terdapat delapan perusahaan yang terindikasi memiliki keterkaitan dengan dampak lingkungan. Diaz menegaskan bahwa perusahaan-perusahaan itu akan dipanggil untuk menjalani evaluasi terkait analisis dampak lingkungan mereka.
“Itu kan nanti akan kami undang lah, akan kami undang dan untuk lihat apakah perizinan lingkungannya sudah lengkap atau belum, minggu depan,” ujar Diaz pada Rabu, 03 Desember 2025. Dia menyampaikan hal itu setelah menghadiri kegiatan Pelepasan Ekspor Udang Indonesia Bersertifikat Bebas Cesium-137 ke AS di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Pemerintah ingin memastikan bahwa delapan perusahaan tersebut mematuhi ketentuan yang berlaku terkait perizinan lingkungan. Pemeriksaan juga meliputi tata guna lahan, vegetasi penunjang, serta kondisi alam yang berpotensi terganggu akibat aktivitas bisnis.
Analisis komprehensif akan dilakukan KLH sebagai langkah awal untuk mengidentifikasi apakah terdapat potensi pencemaran dari pihak perusahaan. Jika ditemukan indikasi pelanggaran, pemerintah akan melanjutkan proses dengan langkah penegakan hukum lingkungan.
“Pasti akan ada tindak lanjut dari Gakkum. Kalau misalnya memang ada pelanggaran-pelanggaran, pastinya Gakkum akan menindak,” jelas Diaz. Penanganan ini akan disesuaikan dengan tingkat pelanggaran yang ditemukan saat pemeriksaan dilakukan.
Pemerintah Tegaskan Penerapan Prinsip “Polluters Pay” dalam Penanganan Kasus
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyampaikan bahwa sejumlah entitas usaha berpotensi dikenai sanksi berat atas kejadian banjir di Sumatra. Pemerintah menegaskan bahwa setiap pihak yang terbukti menyebabkan kerusakan atau pencemaran wajib menanggung segala bentuk ganti rugi.
Hanif menekankan bahwa sanksi tersebut diberikan sesuai dengan prinsip polluters pay yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009. Prinsip tersebut memastikan bahwa pelaku pencemaran bertanggung jawab atas semua dampak yang ditimbulkan.
Penegakan aturan ini diterapkan melalui mekanisme administratif, penyelesaian sengketa, maupun sanksi pidana. Pemerintah menggunakan mekanisme pidana apabila terdapat korban jiwa dalam bencana yang berkaitan dengan pencemaran lingkungan.
Sementara itu, dalam penyelesaian sengketa lingkungan, pihak pelaku wajib memenuhi tanggung jawab berupa biaya pemulihan lingkungan dan mengganti kerusakan yang telah ditimbulkan. Tanggung jawab tersebut berlaku untuk seluruh entitas yang terbukti melanggar ketentuan.
“Hingga saat ini, putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau inkrah sebagai implementasi prinsip ini mencapai sekitar Rp18 triliun,” ujar Hanif. Ia menyampaikan bahwa angka tersebut merupakan total dari berbagai kasus lingkungan yang telah diputuskan pengadilan.
Pemerintah memandang penerapan prinsip ini sebagai langkah penting untuk memberikan efek jera. Hal tersebut diharapkan dapat mendorong perusahaan-perusahaan untuk lebih patuh dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Analisis Lingkungan Jadi Dasar Penentuan Tindak Lanjut Pemerintah
Wakil Menteri Diaz menyebutkan bahwa investigasi terhadap delapan perusahaan mencakup sejumlah analisis teknis. Pemerintah ingin mengetahui bagaimana tata kelola lahan yang dilakukan perusahaan memiliki pengaruh terhadap potensi banjir yang terjadi.
Proses tersebut mencakup pemeriksaan data vegetasi yang ada di sekitar area konsesi perusahaan. Pemerintah juga meninjau kondisi geografis dan pola air yang mungkin berubah karena aktivitas manusia.
Analisis ini diperlukan untuk menentukan apakah banjir terjadi akibat fenomena alam murni atau dipengaruhi oleh ulah pihak tertentu. Pemerintah akan menggunakan data teknis tersebut sebagai dasar dalam menentukan langkah lanjutan.
Jika ditemukan bukti kuat adanya pelanggaran, pemerintah akan melakukan tindakan sesuai dengan ketentuan penegakan hukum lingkungan. Pemerintah menegaskan bahwa tidak ada pengecualian bagi perusahaan mana pun yang terbukti merusak lingkungan.
KLH juga bekerja sama dengan tim Gakkum untuk memastikan seluruh prosedur hukum berjalan efektif. Pemerintah menginginkan hasil investigasi yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Upaya Pemerintah Cegah Bencana Serupa agar Tidak Terulang
Penanganan kasus banjir di Sumatra menjadi momentum penting bagi pemerintah untuk memperkuat ekosistem pengendalian lingkungan. Pemerintah berharap hasil investigasi dapat menghasilkan rekomendasi kebijakan yang lebih efektif.
Evaluasi perizinan lingkungan menjadi salah satu langkah strategis yang akan terus diperketat. Pemerintah ingin memastikan bahwa setiap perusahaan menjalankan kewajiban konservasi alam dengan baik.
Selain itu, pemerintah mendorong setiap perusahaan untuk memiliki sistem mitigasi risiko bencana. Sistem tersebut perlu diterapkan secara konsisten agar dampak negatif aktivitas manusia dapat diminimalisir.
Pemerintah juga melihat perlunya kolaborasi lebih erat antara perusahaan, masyarakat, dan lembaga pengawas. Kolaborasi tersebut penting dalam menjaga keseimbangan alam dan mencegah terjadinya bencana ekologis.