JAKARTA - Perbankan syariah di Malaysia telah berkembang pesat menjadi salah satu sektor yang tidak hanya mempengaruhi ekonomi domestik, tetapi juga merambah skala global. Sebagai contoh, Maybank Islamic, salah satu bank syariah terbesar di dunia, merupakan bukti nyata dari keberhasilan Malaysia dalam membangun ekosistem perbankan syariah yang inklusif dan berkelanjutan. Bahkan, meski mayoritas nasabah bank syariah di negara tersebut adalah umat Islam, ternyata lebih dari 50 persen nasabahnya berasal dari berbagai latar belakang ras dan agama, termasuk komunitas Tionghoa.
Hal ini menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia yang juga memiliki potensi besar dalam mengembangkan perbankan syariah, meskipun tantangan yang dihadapi cukup besar.
Pada Saat Mengujungi Maybank Islamic yang terletak di Dataran Maybank, Kuala Lumpur. Saat memasuki lobi, pengunjung disambut dengan dekorasi khas Imlek, seperti lampion merah dan gambar shio Ular Kayu, yang seakan mengirimkan pesan bahwa bank ini terbuka untuk semua orang tanpa memandang latar belakang agama atau ras. “Iya, ini bank syariah, bank Islam. Tapi, yang paling penting adalah nilai yang kami bawa untuk semua,” ungkap Dato' Muzaffar Hisham.
Konsep Syariah yang Universal
Maybank Islamic, yang beroperasi sejak tahun 2000, menawarkan lebih dari sekadar produk perbankan untuk umat Muslim. Konsep syariah yang diterapkan di bank ini tidak hanya diterima oleh umat Islam, tetapi juga oleh masyarakat non-Muslim. Salah satu prinsip utama perbankan syariah yang diusung oleh Maybank Islamic adalah humanizing financial services yakni memberikan layanan keuangan yang adil, transparan, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Menurut Dato' Muzaffar, lebih dari 50 persen nasabah Maybank Islamic berasal dari berbagai ras dan latar belakang, terutama dari komunitas Tionghoa. "Faktanya, lebih dari 50 persen nasabah kami memiliki beragam latar belakang ras, boleh dibilang banyak yang beretnis Tionghoa," jelasnya. Hal ini menegaskan bahwa perbankan syariah di Malaysia, meskipun berakar pada prinsip Islam, telah mampu menarik minat berbagai kelompok masyarakat.
Keberhasilan ini tidak lepas dari penerapan produk perbankan syariah yang sesuai dengan kebutuhan semua kalangan. Misalnya, program Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) syariah yang menawarkan konsep ijarah sebuah metode sewa sebelum membeli rumah, yang memungkinkan nasabah untuk membangun profil kredit mereka tanpa beban uang muka yang tinggi. Ini sangat bermanfaat terutama bagi generasi muda yang ingin memiliki rumah tanpa terbebani dengan bunga tinggi.
Selain itu, Maybank Islamic juga menawarkan pembelian kendaraan dengan prinsip murabahah di mana bank membeli barang dan menjualnya kembali ke nasabah dengan margin keuntungan yang disepakati bersama, tanpa melibatkan bunga yang memberatkan. Hal ini menjadi pilihan yang menarik bagi mereka yang menghindari praktik bunga atau riba.
Keberhasilan Perbankan Syariah di Malaysia: Dukungan Krisis dan Kebijakan
Salah satu alasan utama mengapa perbankan syariah di Malaysia dapat berkembang pesat adalah momentum yang terjadi setelah krisis keuangan Asia pada tahun 1997. Krisis tersebut menunjukkan bahwa perbankan syariah, yang tidak bergantung pada suku bunga tinggi, lebih tahan terhadap gejolak ekonomi. “Setelah krisis, perbankan di Malaysia berkonsolidasi mencari solusi. Menurut saya, syariah adalah jawabannya,” kata Muzaffar.
Dalam kondisi krisis ekonomi, di mana suku bunga acuan di Malaysia mencapai angka 25 persen, perbankan syariah memberikan solusi yang lebih stabil dan adil. Hal ini terbukti saat krisis global 2008, di mana banyak lembaga keuangan besar di Amerika Serikat mengalami kemerosotan, sedangkan perbankan syariah di Malaysia tetap menunjukkan daya tahan yang luar biasa.
Zakat: Membuat Dampak Sosial Melalui Keuangan Syariah
Salah satu aspek yang membedakan perbankan syariah dengan perbankan konvensional adalah fokus pada kebaikan sosial. Maybank Islamic tidak hanya berfokus pada profit, tetapi juga berkompetisi untuk melakukan kebaikan melalui berbagai program sosial. Salah satunya adalah zakat, yang hingga 2024 tercatat mencapai 36 juta ringgit Malaysia, atau lebih dari Rp 133 miliar. Dana zakat ini digunakan untuk mendukung UMKM dan pendidikan, serta membantu mereka yang membutuhkan.
"Zakat itu berdampak langsung pada masyarakat. Jadi, mari berkompetisi demi kebaikan," ujar Muzaffar. Dengan prinsip ini, Maybank Islamic tidak hanya berperan dalam memberikan layanan keuangan, tetapi juga membangun ekosistem sosial yang lebih baik bagi masyarakat Malaysia.
Perbankan Syariah Malaysia: Menjadi Pemain Global
Pada awal 2024, Maybank Islamic tercatat sebagai bank syariah terbesar keempat di dunia dengan aset mencapai 73 miliar dollar AS. Pada September 2024, aset bank ini meningkat menjadi 91 miliar dollar AS, menduduki peringkat keempat di dunia setelah tiga bank syariah terbesar yang berasal dari Timur Tengah. Keberhasilan ini tidak hanya didukung oleh pengembangan produk yang sesuai dengan kebutuhan nasabah, tetapi juga oleh kebijakan pemerintah Malaysia yang proaktif dalam mendorong pertumbuhan sektor perbankan syariah.
"Perbankan syariah di Malaysia tidak hanya didorong oleh sektor swasta, tetapi juga oleh kebijakan pemerintah. Sejak 1960-an, sudah ada tabungan haji, dan sejak itu perbankan syariah terus berkembang dengan dukungan penuh dari Bank Negara Malaysia, Kementerian Keuangan, dan Perdana Menteri," tambah Muzaffar.
Pelajaran Untuk Indonesia
Sementara itu, Romy H Buchari, Direktur Unit Usaha Syariah Maybank Indonesia, menilai bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan perbankan syariah, mengingat mayoritas penduduknya yang beragama Islam. "Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan perbankan syariah. Namun, tantangannya adalah literasi keuangan yang belum optimal, persoalan regulasi, serta minimnya bank syariah dengan aset besar," ujarnya.
Meski demikian, perbankan syariah Indonesia sudah mulai menunjukkan perkembangan positif. Sejak pertama kali mengembangkan unit usaha syariah pada 2010, kontribusi sektor ini terhadap total aset Maybank Indonesia meningkat signifikan. Saat ini, aset unit usaha syariah Maybank Indonesia telah mencapai 25 persen dari total aset induk. Namun, pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia baru mencapai 7,72 persen pada 2024, jauh di bawah Malaysia yang sudah mencatatkan angka sekitar 30 persen.
Dukungan Pemerintah dan Regulator
Pemerintah Indonesia, melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terus berupaya mempercepat perkembangan industri perbankan syariah nasional. Salah satu kebijakan yang tengah dijalankan adalah pemisahan unit syariah dari bank konvensional dan konsolidasi antar bank syariah. OJK juga membentuk Komite Pengembangan Keuangan Syariah untuk memperkuat tata kelola dan pengembangan sektor ini.
“Di tengah tantangan ekonomi global dan domestik, OJK melihat peluang besar bagi perbankan syariah untuk tumbuh lebih pesat,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae.
Perbankan syariah Malaysia, yang telah menjadi raksasa global dengan aset mencapai miliaran dolar AS, menunjukkan bahwa prinsip-prinsip syariah yang berfokus pada keadilan dan kesejahteraan sosial dapat diterima luas oleh berbagai kalangan masyarakat. Keberhasilan Maybank Islamic dapat menjadi contoh bagi Indonesia dalam mengembangkan sektor perbankan syariah, meskipun tantangan yang dihadapi tidak sedikit. Dukungan dari pemerintah, sektor swasta, serta peningkatan literasi keuangan syariah akan menjadi kunci untuk membangun ekosistem yang lebih inklusif dan berkelanjutan di Indonesia.