Arah Baru Regulasi Digital Dorong Pembahasan Stablecoin dan Rupiah Digital di Indonesia
- Kamis, 04 Desember 2025
JAKARTA - Perkembangan stablecoin di Indonesia kembali menjadi sorotan seiring meningkatnya pembahasan mengenai aset digital di tingkat global. Namun, pemanfaatannya di dalam negeri dinilai belum akan bergerak cepat karena hambatan regulasi yang masih menahan adopsinya.
Kepala Eksekutif Pengawasan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) Hasan Fawzi menegaskan bahwa stablecoin di Indonesia masih belum dapat digunakan secara luas. Ia menjelaskan bahwa status stablecoin sebagai alat pembayaran yang tidak sah membuat ruang geraknya terbatas.
Menurut Hasan, penggunaan stablecoin di berbagai negara kerap berkaitan dengan aktivitas pembayaran lintas platform. Namun, kondisi tersebut tidak dapat diaplikasikan di Indonesia karena aturan yang berlaku belum mengizinkan fungsi tersebut.
Baca JugaLivin Fest 2025 Resmi Hadir di Bali, Bank Mandiri Angkat Potensi UMKM dan Industri Kreatif
“Di domestik rasanya belum sampai sejauh itu karena stablecoin sebagai alat pembayaran memang tidak sah di Indonesia. Jadi tentu akan menunggu bagaimana perkembangan berikutnya,” ujarnya saat ditemui di Bali setelah agenda OECD Asia Roundtable on Digital Finance 2025.
Di sisi lain, stabilitas pasar aset digital global yang terus berubah membuat regulator harus lebih berhati-hati. Hal ini terutama penting karena instrumen berbasis blockchain bergerak sangat cepat dan dapat menimbulkan risiko baru jika tidak dikawal dengan kerangka hukum yang jelas.
Meningkatnya minat terhadap stablecoin secara global turut mendorong diskusi mengenai peluang atau ancaman yang mungkin ditimbulkannya. Namun, Indonesia memilih untuk menempatkan aspek kehati-hatian sebagai prioritas utama sebelum memberi ruang lebih besar bagi instrumen ini.
Ketergantungan pada Arah Kebijakan Bank Indonesia dalam Pengembangan Stablecoin
Hasan mengungkapkan bahwa arah pengembangan stablecoin di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari langkah Bank Indonesia (BI). Ia menyebut bahwa bank sentral kini tengah menuntaskan konsep penerapan central bank digital currency (CBDC) yang dikenal sebagai rupiah digital.
“Rasanya sedang terus dilakukan kajian dan juga penerapan uji cobanya di sana,” jelasnya. Dua kalimat.
Ia menegaskan bahwa keberhasilan pengembangan stablecoin atau CBDC di Indonesia bergantung pada keluaran kebijakan BI. Kejelasan mengenai peran, fungsi, serta mekanisme pemanfaatan instrumen digital tersebut harus menjadi fondasi utama sebelum masuk ke ranah implementasi.
Hasan menilai bahwa keputusan BI nantinya akan menjadi penentu kapan investor, pelaku industri, maupun institusi keuangan dapat memanfaatkan stablecoin secara optimal. Ia menilai bahwa momen tersebut baru akan terjadi setelah ada kepastian fungsi serta manfaat dari instrumen digital berbasis rupiah tersebut.
“Pada saat nanti sudah ada kepastian bagaimana instrumen ini dimanfaatkan, misalnya untuk memfasilitasi perdagangan internasional, mungkin di situ momennya investor dan institusi mulai masuk lebih jauh,” katanya.
Kondisi ini menunjukkan bahwa ekosistem keuangan Indonesia membutuhkan fondasi kebijakan yang kuat untuk memastikan pengembangan aset digital dapat berlangsung aman dan berkelanjutan. Dua kalimat.
Rupiah Digital Dinilai sebagai Keunggulan Strategis bagi Indonesia
Meski adopsi stablecoin belum siap, Hasan menilai Indonesia memiliki momentum positif berkat langkah proaktif BI dalam merancang rupiah digital. Bank sentral telah menerbitkan white paper serta roadmap pengembangan CBDC, sebuah dokumen penting dalam menyiapkan ekosistem digital di masa depan.
“Kita beruntung karena Bank Indonesia sudah menerbitkan roadmap atau white paper terkait pengembangan CBDC rupiah ini,” pungkasnya. Dua kalimat.
Dokumen tersebut menyajikan arah kebijakan yang jelas dan terukur untuk merespons perkembangan teknologi finansial global. Selain itu, kehadiran roadmap memberi kepercayaan kepada industri bahwa kebijakan digital Indonesia tidak disusun secara tergesa-gesa.
Rupiah digital dianggap sebagai alternatif strategis yang dapat meningkatkan efisiensi transaksi. Selain itu, CBDC berpotensi menjadi solusi bagi sistem pembayaran internasional yang selama ini masih bergantung pada infrastruktur tradisional.
Dengan adanya CBDC, Indonesia dapat mempercepat integrasi sistem transaksi lintas negara. Hal ini berpotensi menekan biaya, meningkatkan keamanan, serta memperkuat posisi rupiah dalam jaringan finansial digital global.
Namun demikian, pengembangan terhadap CBDC tetap membutuhkan waktu untuk memastikan kesiapan infrastruktur, keamanan sistem, serta literasi masyarakat. Karena itu, regulator tidak ingin mempercepat implementasi tanpa mempertimbangkan risiko-risiko yang masih mungkin muncul.
Industri Masih Menunggu Kepastian Kebijakan sebelum Adopsi Dapat Meluas
Meski dokumen roadmap telah diterbitkan, arah implementasi CBDC dan stablecoin masih bergantung pada kajian lanjutan. Proses pengujian dan evaluasi mendalam tetap diperlukan untuk memastikan seluruh aspek ekosistem dapat berfungsi secara optimal.
Untuk saat ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa pasar masih perlu menunggu kepastian dari BI. Stablecoin atau rupiah digital tidak akan dapat dimanfaatkan secara luas tanpa kejelasan regulasi yang definitif.
Pendekatan berbasis data menjadi prioritas agar pengembangan instrumen keuangan digital tidak menimbulkan risiko baru bagi stabilitas sistem keuangan. Selain itu, kebijakan yang terlalu cepat dikhawatirkan justru membuka peluang bagi penyalahgunaan aset digital.
Karena itu, regulator meminta industri untuk tetap bersabar sambil menunggu arah kebijakan baru yang sedang disiapkan BI. Konsistensi komunikasi antara regulator dan pelaku industri diharapkan mampu menjaga stabilitas seiring berkembangnya teknologi finansial.
Dalam konteks yang lebih luas, perkembangan stablecoin maupun CBDC tidak hanya terkait aspek teknologi. Elemen seperti kesiapan hukum, keamanan data, interoperabilitas, dan edukasi masyarakat menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan.
Keseluruhan proses ini menunjukkan bahwa Indonesia ingin memastikan seluruh elemen pendukung telah siap sebelum memberikan izin penuh terhadap pemanfaatan stablecoin maupun CBDC. Sikap hati-hati ini dinilai penting agar perkembangan teknologi tidak menimbulkan celah risiko yang tidak diinginkan.
Pada akhirnya, kesiapan ekosistem menjadi kunci agar inovasi digital tetap selaras dengan stabilitas sektor keuangan. Dengan demikian, perkembangan stablecoin di Indonesia masih akan bergerak secara terukur sesuai tahapan yang ditetapkan regulator.
Nathasya Zallianty
variaenergi.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Fluktuasi Rupiah Dipengaruhi Kebijakan The Fed dan Pelonggaran Suku Bunga BI Tahun 2025
- Kamis, 04 Desember 2025
Harga Emas UBS dan Galeri24 Turun, Tren Investasi Logam Mulia Masih Menurun
- Kamis, 04 Desember 2025
Update Harga Emas Antam 4 Desember 2025, Semua Ukuran Alami Penurunan
- Kamis, 04 Desember 2025
Update Harga Emas Perhiasan 4 Desember 2025, Semua Karat Alami Kenaikan
- Kamis, 04 Desember 2025
Harga Emas Antam dan Galeri 24 di Pegadaian Hari Ini Menunjukkan Pergerakan Dinamis
- Kamis, 04 Desember 2025
Berita Lainnya
Livin Fest 2025 Resmi Hadir di Bali, Bank Mandiri Angkat Potensi UMKM dan Industri Kreatif
- Kamis, 04 Desember 2025
PNM Perkuat Loyalitas Karyawan Melalui Program Penghargaan Perjalanan Internasional
- Kamis, 04 Desember 2025
Terpopuler
1.
Kemenkes Inventarisasi Fasilitas Kesehatan Rusak Banjir Langkat
- 04 Desember 2025
2.
Gibran Pastikan Distribusi Bantuan dan Infrastruktur Dipercepat
- 04 Desember 2025
3.
Gibran Tegaskan Warga Sumatera Tidak Sendirian Pascabencana
- 04 Desember 2025
4.
Indonesia dan Brasil Jajaki Kolaborasi Riset Sains Tinggi
- 04 Desember 2025
5.
Menperin Dorong Insentif Otomotif, Selamatkan Industri Kendaraan
- 04 Desember 2025








_(2).jpg)


