JAKARTA - Harga minyak mentah dunia mengalami pergerakan yang cenderung stagnan pada awal perdagangan Jumat, 1 Agustus 2025. Hal ini terjadi setelah penurunan lebih dari 1 persen pada sesi sebelumnya, yang dipicu oleh kekhawatiran pasar atas kebijakan tarif baru yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Langkah Trump untuk menaikkan tarif impor terhadap sejumlah negara mitra dagang utama, termasuk Kanada, India, dan Taiwan, telah menimbulkan ketidakpastian di pasar energi global. Para investor dan analis kini tengah mencermati potensi dampak kebijakan tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi dunia serta permintaan bahan bakar, khususnya minyak mentah.
Tarif-tarif ini, yang mulai berlaku sejak hari ini, disebut-sebut akan memicu lonjakan harga barang impor di Amerika Serikat, negara konsumen minyak terbesar di dunia. Sebagian analis menilai bahwa kondisi tersebut bisa berdampak langsung pada konsumsi energi, yang pada akhirnya akan memengaruhi harga minyak secara global.
Harga Minyak Brent dan WTI Bergerak Tipis
Dikutip dari laporan Reuters, harga minyak mentah Brent tercatat naik tipis sebesar 4 sen, atau 0,06 persen, menjadi USD 71,74 per barel pada pukul 12.01 GMT. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) dari Amerika Serikat mengalami kenaikan marginal sebesar 1 sen, atau 0,01 persen, menjadi USD 69,27 per barel.
Meskipun pergerakannya terbatas dalam perdagangan harian, minyak mentah Brent diperkirakan mengalami kenaikan mingguan sebesar 4,9 persen. Di sisi lain, WTI bahkan diperkirakan naik 6,4 persen dalam periode yang sama. Kenaikan mingguan ini dipicu oleh reaksi pasar terhadap pernyataan Presiden Trump sebelumnya yang mengancam akan menjatuhkan tarif terhadap negara-negara yang membeli minyak mentah dari Rusia.
Kebijakan tersebut terutama menyasar dua negara konsumen terbesar minyak mentah Rusia, yaitu China dan India. Ancaman tarif sekunder yang disampaikan Trump ditujukan untuk menekan Rusia agar menghentikan agresinya di Ukraina, namun berdampak langsung terhadap alur perdagangan minyak global.
Kekhawatiran Terhadap Inflasi dan Konsumsi Energi
Di tengah kebijakan tarif baru ini, beberapa analis memperingatkan bahwa peningkatan biaya impor dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi global. Jika harga barang impor naik signifikan, daya beli masyarakat akan tertekan dan konsumsi energi termasuk minyak akan menurun.
Pada Kamis sebelumnya, data ekonomi menunjukkan bahwa tarif yang telah diberlakukan mulai mendorong kenaikan harga sejumlah barang di Amerika Serikat. Beberapa produk seperti furnitur rumah tangga dan barang-barang rekreasi mengalami lonjakan harga, berkontribusi terhadap naiknya inflasi pada bulan Juni.
Kondisi ini mendukung proyeksi bahwa tekanan inflasi akan meningkat pada paruh kedua tahun ini, yang pada akhirnya bisa mempengaruhi kebijakan moneter Federal Reserve. Lembaga tersebut kemungkinan besar akan menunda rencana pemangkasan suku bunga yang sebelumnya direncanakan berlangsung dalam waktu dekat, setidaknya hingga Oktober.
Dampak Tarif Sekunder terhadap Ekspor Minyak Rusia
Ancaman Trump untuk mengenakan tarif sekunder hingga 100 persen terhadap negara-negara pembeli minyak mentah Rusia telah meningkatkan ketegangan di pasar. Langkah ini dipandang sebagai upaya untuk mengisolasi Rusia secara ekonomi, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran atas gangguan pasokan global.
Menurut catatan analis dari JP Morgan, sanksi semacam ini dapat membahayakan hingga 2,75 juta barel per hari dari ekspor minyak Rusia melalui laut. Dengan China dan India sebagai pembeli utama minyak Rusia, langkah tersebut dapat menciptakan ketidakseimbangan suplai yang cukup signifikan di pasar.
Kekhawatiran terhadap pengurangan pasokan ini justru menduung harga minyak di tengah ketidakpastian kebijakan perdagangan AS. Walau begitu, banyak pelaku pasar tetap berhati-hati mengingat dampak jangka panjang dari kebijakan tarif berpotensi menekan pertumbuhan permintaan bahan bakar secara global.
Fokus Investor Beralih pada Implikasi Jangka Panjang
Dengan mulai berlakunya kebijakan tarif pada tanggal 1 Agustus, fokus investor kini tidak hanya pada fluktuasi harga harian, tetapi juga pada implikasi ekonomi jangka menengah hingga panjang. Ketika biaya impor naik, dan inflasi meningkat, maka permintaan energi dalam negeri dapat terdampak secara perlahan namun pasti.
Para pelaku pasar energi juga akan memantau apakah negara-negara mitra dagang AS akan melakukan balasan atas tarif yang dikenakan. Retaliasi dagang bisa memperparah ketegangan global dan memperlambat pertumbuhan ekonomi internasional.
Dampak gabungan dari kebijakan tarif, ancaman terhadap pembeli minyak Rusia, serta lonjakan inflasi di Amerika Serikat akan menjadi faktor utama yang memengaruhi arah pasar minyak dalam beberapa pekan ke depan. Investor disarankan untuk tetap waspada dan mengikuti perkembangan kebijakan ekonomi global secara ketat.