Harga Token Listrik PLN 1 Sampai 7 Agustus 2025

Jumat, 01 Agustus 2025 | 10:11:49 WIB
Harga Token Listrik PLN 1–7 Agustus 2025: Tidak Ada Perubahan Tarif

JAKARTA - Memasuki awal bulan Agustus 2025, tarif dasar listrik yang dikenakan untuk pelanggan prabayar PLN tetap sama seperti periode sebelumnya. Hal ini mengacu pada pernyataan resmi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yang menjelaskan bahwa tarif tidak mengalami kenaikan, meskipun beberapa indikator ekonomi nasional menunjukkan tren naik.

Keputusan untuk mempertahankan tarif ini didasari oleh pertimbangan makroekonomi dan upaya menjaga daya beli masyarakat. Pemerintah melalui ESDM menetapkan bahwa tarif listrik pelanggan rumah tangga non-subsidi untuk triwulan III 2025 tetap berlaku seperti sebelumnya. Parameter seperti nilai tukar rupiah, harga minyak mentah Indonesia (ICP), inflasi, dan Harga Batubara Acuan (HBA) memang menunjukkan potensi kenaikan, namun tidak diimplementasikan dalam bentuk tarif baru.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman P. Hutajulu, menegaskan bahwa keputusan ini mendukung momentum pertumbuhan ekonomi nasional dan menjaga stabilitas industri dalam negeri.

Daftar Tarif Token Listrik untuk Pelanggan Rumah Tangga

Bagi pelanggan listrik prabayar, tarif listrik dihitung berdasarkan daya yang digunakan, tanpa adanya subsidi dari pemerintah. Mengacu laman resmi PLN, berikut adalah tarif dasar listrik yang berlaku per 1–7 Agustus 2025 untuk pelanggan rumah tangga non-subsidi:

900 VA (R-1/TR): Rp 1.352 per kWh

1.300 VA (R-1/TR): Rp 1.444,70 per kWh

2.200 VA (R-1/TR): Rp 1.444,70 per kWh

3.500–5.500 VA (R-2/TR): Rp 1.699,53 per kWh

6.600 VA ke atas (R-3/TR): Rp 1.699,53 per kWh

Tarif tersebut digunakan sebagai acuan untuk menghitung jumlah energi listrik (kWh) yang akan diperoleh pelanggan dari nominal pembelian token listrik. Artinya, meski pelanggan membeli token dalam jumlah yang sama seperti bulan lalu, jumlah kWh yang diperoleh tidak berubah karena tarif per kWh tetap.

Cara Menghitung Jumlah kWh dari Token Listrik

Pelanggan prabayar PLN membeli token listrik yang berbentuk 20 digit angka unik, lalu memasukkannya ke dalam meteran listrik agar dapat menggunakan daya. Jumlah kWh yang diperoleh dari setiap pembelian token tergantung pada tiga faktor utama: jumlah nominal token, tarif dasar listrik sesuai daya, serta besaran Pajak Penerangan Jalan (PPJ) yang berlaku di masing-masing daerah.

Berikut adalah rumus dasar untuk menghitung jumlah kWh dari token listrik:

(Harga token – PPJ) ÷ tarif dasar listrik = kWh

Sebagai contoh, jika pelanggan 1.300 VA di wilayah DKI Jakarta membeli token listrik senilai Rp 50.000, maka perhitungannya adalah sebagai berikut:

Tarif dasar listrik: Rp 1.444,70 per kWh

PPJ di Jakarta: 3% atau Rp 1.500

Total pembayaran bersih: Rp 48.500

Jumlah kWh: Rp 48.500 / Rp 1.444,70 = 33,57 kWh

Jadi, pelanggan dengan daya 1.300 VA akan menerima sekitar 33,57 kWh dari pembelian token listrik senilai Rp 50.000, setelah dikurangi PPJ.

Fungsi Pajak Penerangan Jalan dan Pengaruhnya ke Token

Pajak Penerangan Jalan (PPJ) merupakan pajak daerah yang besarannya ditentukan oleh masing-masing pemerintah kabupaten/kota, dan langsung dikenakan pada transaksi pembelian token. Besarannya bervariasi antara 3% hingga 10%, tergantung daerah. Pajak ini akan mengurangi nilai bersih dari pembelian token, sehingga memengaruhi jumlah energi listrik yang diperoleh pelanggan.

Sebagai ilustrasi, pelanggan dengan daya 2.200 VA yang membeli token senilai Rp 100.000 di daerah dengan PPJ sebesar 7%, akan dikenakan pajak sebesar Rp 7.000. Maka perhitungan jumlah kWh yang diperoleh menjadi:

Harga bersih: Rp 93.000

Tarif dasar: Rp 1.444,70

Jumlah kWh: Rp 93.000 / Rp 1.444,70 ? 64,37 kWh

Oleh karena itu, semakin tinggi tarif PPJ di daerah tempat tinggal pelanggan, semakin kecil nilai bersih yang dikonversi menjadi kWh.

Kebijakan Tarif Listrik Diumumkan Setiap Tiga Bulan

Sebagai bagian dari regulasi nasional, pemerintah menetapkan bahwa penyesuaian tarif listrik hanya dilakukan setiap triwulan. Kebijakan ini tercantum dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2024, yang menggantikan kebijakan tarif sebelumnya. Peninjauan dilakukan berdasarkan parameter ekonomi tiga bulan sebelumnya. Untuk tarif Agustus 2025, data yang digunakan berasal dari periode Februari–April 2025.

Keputusan untuk tidak menaikkan tarif meskipun data menunjukkan adanya tekanan inflasi dan nilai tukar melemah merupakan bagian dari strategi pemerintah menjaga stabilitas daya beli masyarakat. Selain itu, langkah ini juga diyakini dapat membantu sektor industri tetap bersaing dan memperkuat pemulihan ekonomi pasca pandemi.

Terkini