Borobudur Berbenah Jadi Destinasi Premium, Tak Terpengaruh Perlambatan Ekonomi

Selasa, 19 Agustus 2025 | 14:16:42 WIB
Borobudur Berbenah Jadi Destinasi Premium, Tak Terpengaruh Perlambatan Ekonomi

JAKARTA - Di tengah perlambatan ekonomi nasional dan menurunnya daya beli masyarakat, Candi Borobudur justru menunjukkan arah baru dalam pengelolaan pariwisatanya. Alih-alih mengandalkan jumlah kunjungan massal, situs warisan dunia UNESCO ini kini berfokus pada peningkatan kualitas wisatawan dan pengembangan model pariwisata berkelanjutan yang memberi dampak nyata bagi masyarakat lokal.

Transformasi ini tak hanya terlihat dari sisi manajemen kunjungan, tetapi juga dalam upaya menjaga nilai budaya, lingkungan, serta mendorong peran aktif warga sekitar dalam ekosistem pariwisata.

Tak Lagi Kejar Kuantitas, Borobudur Kini Fokus pada Kualitas

Pengelola Candi Borobudur, PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko (TWC), menyatakan bahwa meskipun jumlah pengunjung belum kembali ke angka pra-pandemi, tren yang terjadi justru menunjukkan peningkatan dalam hal kualitas wisatawan.

“Kalau dulu mayoritas wisatawan berasal dari kelas menengah, kini yang datang lebih banyak dari segmen kelas A, wisatawan berkualitas yang menghargai pengalaman dan nilai budaya,” ujar AY Suhartanto, Commercial/Customer Experience Group Head PT TWC.

Tiket naik ke area candi saat ini dibanderol Rp 120 ribu, sudah termasuk jasa pemandu dan sandal upanat yang dibuat oleh warga lokal. Sementara tiket masuk ke kawasan Borobudur tetap Rp 50 ribu. Skema ini dirancang untuk mendorong multiplier effect, memperluas manfaat ekonomi ke masyarakat sekitar—dari pengrajin sandal, pemandu wisata, hingga pelaku UMKM.

Meningkatkan Nilai, Bukan Sekadar Menambah Jumlah

Salah satu langkah penting dalam transformasi ini adalah pengaturan kuota kunjungan ke area candi utama, yang saat ini dibatasi 1.200 orang per hari. Meski jumlahnya lebih kecil dari kunjungan massal sebelum pandemi, pengaturannya kini jauh lebih fleksibel dan mengutamakan kenyamanan serta pelestarian situs.

Menepis isu yang sempat beredar, Suhartanto menegaskan bahwa harga tiket tidak mencapai Rp 750 ribu seperti yang dirumorkan. “Harga tiket lokal tetap terjangkau dan faktanya tiket naik ke candi selalu habis terjual,” katanya.

Kunjungan Wisman Naik, Malaysia dan Singapura Jadi Andalan

Meskipun total pengunjung Borobudur pada 2024 hanya sekitar 1,5 juta—jauh di bawah capaian 4-6 juta pada era sebelum pandemi—data menunjukkan adanya tren pemulihan. Musim liburan panjang seperti Lebaran, Natal, dan Waisak mendatangkan banyak wisatawan domestik, sedangkan bulan Juli-Agustus didominasi wisatawan mancanegara hingga 75 persen.

Pasar wisatawan asing paling stabil berasal dari Malaysia dan Singapura. Untuk wisatawan Eropa, Belanda tercatat sebagai penyumbang terbesar, diikuti oleh Tiongkok, Prancis, Spanyol, dan Italia. Sebaliknya, kunjungan dari Jepang dan Korea mengalami penurunan, meskipun dulu sempat masuk dalam daftar 10 besar.

Pariwisata yang Memberdayakan

Lebih dari sekadar menarik wisatawan, strategi baru pengelolaan Borobudur juga membawa manfaat langsung bagi warga sekitar. Model pariwisata berkelanjutan yang diterapkan PT TWC mencakup pelibatan masyarakat dalam rantai ekonomi wisata, pelestarian budaya, hingga peningkatan kapasitas pelaku pariwisata lokal.

Menurut Yusuf Eko Nugroho, Pgs. Commercial Group Head PT TWC, pendekatan ini bertujuan menciptakan keseimbangan antara pelestarian warisan budaya dengan pertumbuhan ekonomi.

“Borobudur tidak hanya ramai pengunjung, tapi kini menjadi pusat kegiatan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Ini penting, terutama saat banyak sektor terdampak perlambatan ekonomi nasional,” ujarnya.

Terkini