Generasi Millennial dan Gen Z di Ambang Krisis Perumahan: Menyusuri Tantangan dan Solusi

Rabu, 26 Februari 2025 | 17:26:10 WIB
Generasi Millennial dan Gen Z di Ambang Krisis Perumahan: Menyusuri Tantangan dan Solusi

JAKARTA - Harga properti yang terus meroket menjadi ancaman serius bagi generasi muda saat ini, terutama bagi generasi millennial dan Gen Z yang semakin sulit mencapai impian memiliki rumah sendiri. Fenomena ini menjadi isu global, tercermin dalam kisah kota-kota besar seperti New York, dimana tingkat ketersediaan hunian mencapai titik rendah hanya sekitar 1,4% dari total populasi, memicu kekhawatiran akan masa depan generasi muda dalam memperoleh tempat tinggal layak. Di Indonesia, situasi ini bukanlah pengecualian, masa depan kepemilikan rumah bagi generasi muda mungkin kian jauh dari jangkauan.

Menurut Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), terdapat kesenjangan signifikan antara pertumbuhan pendapatan dan harga properti. Pendapatan masyarakat rata-rata hanya meningkat sekitar 3,1% per tahun, berbanding terbalik dengan kenaikan harga properti yang mencapai 5% per tahun. "Jika tren ini terus berlanjut, dalam jangka waktu 10 hingga 20 tahun, harga rumah bisa jauh melampaui daya beli generasi mendatang," kata seorang pakar ekonomi perumahan.

Faktor utama yang menyulitkan generasi muda untuk memiliki rumah adalah harga properti yang melambung tinggi. Pasokan tanah yang semakin terbatas di kota-kota besar turut berkontribusi terhadap naiknya harga hunian. Selain itu, daya beli masyarakat yang relatif lemah menyebabkan kesulitan tambahan. Kombinasi antara upah minimum yang tidak sebanding dengan kenaikan harga rumah dan berbagai tekanan ekonomi seperti biaya hidup, pendidikan, serta kebutuhan sehari-hari, semakin mempersempit peluang generasi muda untuk menabung dan merencanakan pembelian rumah.

Inflasi yang meningkat turut membuat biaya hidup lebih mahal, dan gaya hidup konsumtif yang seringkali menjebak anak muda menjadi pemicu lain yang membuat mereka sulit menabung untuk membeli rumah. Masalah lain yang tak kalah menantang adalah persyaratan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang ketat. Banyak pekerja muda, terutama yang bekerja di sektor informal, mengalami kesulitan memenuhi syarat KPR. Tingginya uang muka (DP) yang dibutuhkan juga menambah beban mereka dalam mewujudkan kepemilikan rumah pertama.

Apabila krisis perumahan ini tidak segera ditangani, dampak sosial dan ekonomi yang lebih luas bisa terjadi. Secara sosial, krisis ini dapat meningkatkan jumlah tunawisma dan kawasan kumuh, memperburuk ketimpangan sosial, serta memicu berbagai masalah sosial lainnya. Banyak anak muda mungkin harus tinggal lebih lama bersama orang tua atau memilih untuk menyewa rumah sepanjang hidup mereka. Sementara itu, secara ekonomi, krisis perumahan bisa melumpuhkan pertumbuhan sektor properti, meningkatkan biaya sewa, dan membebani anggaran rumah tangga, serta memiliki dampak lebih besar terhadap ekonomi nasional di sektor investasi dan pembangunan infrastruktur.

Pemerintah dan individu perlu berkolaborasi dalam mengatasi tantangan ini. Pemerintah dapat memperluas Program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang memberikan subsidi DP rendah dan bunga tetap untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Melalui program Sejuta Rumah, pemerintah berkomitmen membangun satu juta rumah setiap tahun untuk mengatasi kekurangan hunian. Selain itu, Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) adalah inisiatif wajib menabung yang bisa membantu pembiayaan rumah. Pemerintah juga bisa mempertimbangkan pengurangan pajak properti untuk mempermudah pembelian rumah pertama.

Sementara itu, bagi generasi muda, penting untuk mencari cara meningkatkan penghasilan, seperti menemukan sumber pendapatan tambahan atau menargetkan pekerjaan dengan gaji lebih tinggi. Menabung dan berinvestasi sejak dini menjadi langkah penting dalam menyiapkan dana untuk pembelian rumah. Mengalokasikan minimal 30% pendapatan untuk tabungan rumah atau investasi properti adalah langkah yang direkomendasikan. Generasi muda juga sebaiknya memanfaatkan program subsidi pemerintah yang dapat menawarkan harga lebih terjangkau serta mengubah gaya hidup untuk mengurangi pengeluaran konsumtif dan fokus pada tujuan finansial jangka panjang.

Secara keseluruhan, krisis perumahan adalah tantangan nyata bagi generasi muda yang memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak. Jika tidak ada langkah konkret yang dilakukan, kepemilikan rumah dapat menjadi impian yang semakin sulit diwujudkan bagi generasi mendatang. Maka dari itu, kolaborasi antara kebijakan pemerintah yang tepat dan upaya mandiri dari individu akan menjadi kunci dalam memastikan masih terbukanya kesempatan memiliki hunian layak bagi generasi millennial dan Gen Z.

Terkini