
JAKARTA - Penurunan investasi di sektor hilirisasi nikel Indonesia kembali menjadi sorotan. Meski komoditas ini masih memegang porsi terbesar dalam realisasi investasi mineral, tren kuartal II-2025 menunjukkan kinerja yang melemah di tengah berkurangnya aktivitas smelter nikel milik investor asal China.
Berdasarkan data Kementerian Investasi/BKPM yang dirilis Selasa, 29 Juli 2025, total investasi hilirisasi nikel tercatat Rp46,3 triliun, turun tipis 2,53% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp47,5 triliun. Penurunan juga terlihat dibanding kuartal I-2025 yang mencapai Rp47,82 triliun atau terkoreksi 3,17% secara kuartalan.
Meski mengalami penurunan, nikel tetap menjadi komoditas dengan kontribusi terbesar. Tembaga berada di posisi kedua dengan Rp22,3 triliun, disusul bauksit Rp14,8 triliun, besi dan baja Rp9,5 triliun, serta timah Rp1,9 triliun. Komoditas lain seperti logam tanah jarang, pasir silika, emas, perak, dan kobalt menyumbang Rp1,4 triliun.
Baca Juga
Smelter Nikel China Mulai Kurangi Produksi
Kinerja investasi yang melemah ini sejalan dengan berkurangnya operasional smelter nikel di dalam negeri. Berdasarkan laporan Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), empat smelter asal China di Indonesia melakukan penghentian sebagian hingga total produksi sepanjang semester pertama 2025.
Dewan Penasehat APNI, Djoko Widajatno, menyebut beberapa smelter bahkan terpaksa melakukan PHK dan merumahkan pekerja akibat tekanan pasar nikel global.
“Setidaknya ada empat smelter besar di Indonesia yang melakukan penghentian sebagian atau total lini produksi, kemudian ada yang dirumahkan juga (pekerjanya),” ungkap Djoko.
Empat smelter tersebut antara lain:
PT Gunbuster Nickel Industry (GNI)
Lebih dari 15 dari 20 lini produksinya dihentikan sejak awal 2024. APNI mencatat total 28 lini terdampak, dengan 25 di antaranya milik GNI.
PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS)
Beberapa lini baja nirkarat dan jalur cold rolling telah dihentikan sejak Mei 2025 untuk menekan biaya di tengah pelemahan pasar.
PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) di Konawe
Perusahaan mengurangi kapasitas produksi meskipun data jumlah lini yang dihentikan tidak diungkap secara detail.
PT Huadi Nickel Alloy Indonesia (HNAI)
APNI mencatat HNAI menghentikan operasional sementara sejak 15 Juli 2025, dengan 350 pekerja sudah dirumahkan sejak 1 Juli 2025, sebagian tanpa surat resmi.
Tantangan Hilirisasi di Tengah Lesunya Pasar
Fenomena penurunan produksi smelter ini memperlihatkan tantangan serius bagi agenda hilirisasi nikel nasional. Harga nikel global yang melemah akibat kelebihan pasokan dan menurunnya permintaan baja nirkarat dari China memicu efisiensi besar-besaran.
Meski pemerintah terus mendorong investasi hilirisasi sebagai strategi jangka panjang, kondisi ini menandakan perlunya diversifikasi pasar dan penyesuaian strategi bisnis. Jika tren penurunan produksi berlanjut, dampaknya bisa terasa pada kontribusi ekspor, penyerapan tenaga kerja, hingga penerimaan negara di sektor minerba.

Nathasya Zallianty
variaenergi.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Premier League : Strategi Lemparan ke Dalam Brentford Bikin Chelsea Kehilangan Poin
- Minggu, 14 September 2025
Arsenal Dominan Atasi Nottingham Forest, Puncaki Klasemen Premier League
- Minggu, 14 September 2025
Terpopuler
1.
OPPO Pad 5 Tawarkan Layar 3K dan Dimensity 9400+
- 14 September 2025
2.
Xiaomi 15T Pro Hadir dengan Kamera Periscope 5x
- 14 September 2025
3.
Harga HP Xiaomi September 2025 Terbaru, Redmi 15R Rilis
- 14 September 2025
4.
Nokia Luncurkan Mission-Safe Phone, Smartphone Taktis Militer
- 14 September 2025
5.
Review Nokia 7.1 Bekas RAM 4GB: Desain Premium, Harga Masih Realistis
- 14 September 2025