
JAKARTA - Pada akhir Juni 2025, harga tebu di Kabupaten Rembang masih berada di angka Rp870.000 per ton. Namun, pada hari Minggu, 3 Agustus 2025, harga tebu mengalami penurunan yang cukup signifikan, menjadi Rp810.000 per ton. Penurunan harga tebu yang cukup drastis ini membuat sejumlah petani di Rembang merasa kecewa dan meradang, karena mereka harus menanggung kerugian akibat harga yang terus merosot.
Turunnya Harga Tebu Secara Bertahap
Penurunan harga tebu ini berlangsung secara bertahap. Dimulai dengan penurunan pertama dari harga Rp870.000/ton menjadi Rp850.000/ton, kemudian turun lagi menjadi Rp820.000/ton, dan akhirnya pada 3 Agustus 2025, harga tebu berada pada posisi Rp810.000 per ton. Penurunan yang cukup tajam ini langsung dirasakan oleh para petani yang mengandalkan pendapatan dari hasil pertanian tebu.
Baca Juga
Banyak petani yang mengaku merasa terkejut dengan penurunan harga yang terus berlanjut ini. Meskipun sudah ada pemberitahuan dari Pabrik Gula (PG) Trangkil Pati terkait penurunan harga, namun mereka mengeluhkan tidak adanya kejelasan tentang seberapa besar penurunan harga yang akan terjadi. Para petani merasa tidak diberi informasi yang transparan mengenai situasi ini, sehingga mereka merasa kesulitan merencanakan masa depan mereka dalam bertani tebu.
Penyebab Penurunan Harga Tebu: Rendemen Turun
Para petani menilai bahwa alasan utama penurunan harga tebu adalah rendahnya rendemen atau kandungan gula yang terdapat dalam tanaman tebu mereka. Menurut seorang petani tebu di Kecamatan Rembang Kota, penurunan rendemen ini dipengaruhi oleh kondisi cuaca yang tidak menentu, terutama hujan yang sering turun menjelang waktu tebang.
"Rendemen menurun karena hujan sering turun saat tebu sudah siap dipanen. Kondisi cuaca seperti ini sangat mempengaruhi kualitas dan kandungan gula dalam tebu," ujar seorang petani yang tidak ingin disebutkan namanya. Ia juga menambahkan bahwa kondisi cuaca yang tidak mendukung membuat hasil tebu menjadi kurang optimal, yang pada akhirnya berimbas pada penurunan harga jual tebu.
Kondisi Keuangan Petani yang Tertekan
Selain rendahnya rendemen, para petani juga merasakan beban biaya yang semakin tinggi. Seorang petani bernama H. Tugiran, yang berasal dari Rembang Kota, mengungkapkan bahwa meskipun pada harga Rp870.000 per ton, mereka masih bisa mendapatkan keuntungan, namun pada harga Rp810.000 per ton, kondisi mereka jauh lebih sulit.
"Biaya untuk tenaga tebang dan angkut tebu terus naik. Sementara harga jual tebu terus turun. Akibatnya, kami kesulitan untuk memperoleh keuntungan yang layak," ungkap H. Tugiran. Menurutnya, meskipun hasil panen cukup banyak, biaya operasional yang meningkat membuat keuntungan yang diperoleh petani jauh lebih kecil daripada yang diharapkan.
Reaksi Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI)
Utomo, Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Kabupaten Rembang, membenarkan bahwa harga tebu yang turun hingga Rp810.000/ton akan membuat para petani mengalami kerugian. Utomo juga mengungkapkan bahwa penurunan harga ini merupakan salah satu dampak dari rendahnya rendemen, yang menyebabkan pabrik gula harus menyesuaikan harga beli tebu.
"Memang sudah ada informasi dari manajemen PG Trangkil terkait penurunan harga ini. Tetapi, penurunan yang cukup besar dan tidak diduga-duga ini sangat merugikan petani," ujar Utomo. Ia menambahkan bahwa jika harga tebu terus turun seperti ini, banyak petani yang akan kesulitan bertahan, apalagi dengan biaya yang semakin meningkat.
Harapan Petani untuk Penanganan Lebih Baik
Banyak petani yang berharap agar pemerintah dan pihak terkait dapat memberikan perhatian lebih terhadap masalah ini. Mereka berharap adanya upaya untuk meningkatkan kualitas rendemen tebu, serta penetapan harga yang lebih stabil agar para petani dapat memperoleh keuntungan yang memadai. Beberapa petani juga mengusulkan agar pabrik gula lebih transparan dalam memberikan informasi mengenai harga beli tebu agar petani bisa mempersiapkan diri dengan lebih baik.
Selain itu, petani berharap ada dukungan dari pemerintah dalam hal pengadaan pupuk dan bantuan teknis agar hasil pertanian mereka dapat meningkat. Mereka juga menginginkan adanya kebijakan yang lebih berpihak pada petani, mengingat sektor pertanian tebu memiliki kontribusi penting bagi perekonomian daerah.
Dalam situasi yang serba sulit ini, harapan terbesar mereka adalah agar harga tebu kembali stabil dan mereka bisa memperoleh keuntungan yang cukup untuk bertahan hidup. Dengan meningkatnya biaya dan penurunan harga jual, para petani berharap adanya perhatian lebih dari semua pihak terkait untuk memperbaiki kondisi mereka.

Zahra Kurniawati
variaenergi.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Premier League : Strategi Lemparan ke Dalam Brentford Bikin Chelsea Kehilangan Poin
- Minggu, 14 September 2025
Arsenal Dominan Atasi Nottingham Forest, Puncaki Klasemen Premier League
- Minggu, 14 September 2025
Terpopuler
1.
OPPO Pad 5 Tawarkan Layar 3K dan Dimensity 9400+
- 14 September 2025
2.
Xiaomi 15T Pro Hadir dengan Kamera Periscope 5x
- 14 September 2025
3.
Harga HP Xiaomi September 2025 Terbaru, Redmi 15R Rilis
- 14 September 2025
4.
Nokia Luncurkan Mission-Safe Phone, Smartphone Taktis Militer
- 14 September 2025
5.
Review Nokia 7.1 Bekas RAM 4GB: Desain Premium, Harga Masih Realistis
- 14 September 2025