
JAKARTA - Ketika berbicara soal transportasi, yang terlintas di benak banyak orang mungkin adalah soal kecepatan, efisiensi, dan konektivitas antarwilayah. Namun, rencana PT Kereta Api Indonesia (KAI) untuk meluncurkan kereta khusus petani dan pedagang membuka dimensi lain: bahwa moda transportasi juga bisa menjadi sarana pemberdayaan ekonomi akar rumput.
Langkah ini bukan sekadar tentang memisahkan gerbong petani dari pengguna KRL harian di Jakarta. Ini adalah sinyal bahwa transportasi publik dapat kembali menjalankan fungsinya yang lebih inklusif menghubungkan desa dengan pusat kota, mengalirkan hasil bumi langsung ke pasar, dan membuka peluang baru bagi petani serta pedagang kecil.
Dari sudut pandang ini, kereta khusus bukan hanya solusi logistik. Ia bisa menjadi jembatan sosial, menyambungkan yang terpinggirkan dengan ruang-ruang utama ekonomi.
Baca Juga
Namun, muncul pertanyaan penting: apakah ini akan menjadi transformasi nyata atau justru hanya mengulang pola lama yang dulu sempat hadir tapi akhirnya hilang tanpa bekas?
“Harapan, karena selama ini para petani dan pedagang kecil harus berbagi ruang dengan penumpang KRL, membawa karung pisang, ketela, hingga sayur-mayur ke pusat niaga di Jakarta.”
Lebih dari Moda, Kereta Adalah Urat Nadi Sosial
Transportasi bukan sekadar urusan teknis atau fasilitas angkutan. Ia punya konsekuensi sosial dan budaya. Dalam konteks urbanisasi, desa sering kehilangan tenaga produktif karena arus migrasi ke kota. Jika distribusi hasil bumi ke kota difasilitasi lewat moda kereta khusus, ada peluang bagi ekonomi desa untuk tetap hidup bahkan berkembang.
Namun, sebaliknya, bila tidak dirancang secara matang, layanan ini hanya akan jadi solusi tambal sulam. Apalagi jika tujuannya sekadar meredakan kepadatan KRL harian. Maka kereta khusus petani bisa terancam menjadi sekadar proyek singkat yang terlupakan begitu saja.
“Pertanyaan besar, karena apakah langkah ini benar-benar sebuah inovasi yang menjawab kebutuhan zaman, atau hanya mengulang pola lama yang dulu pernah ada namun kemudian ditinggalkan.”
Sudut pandang ini mengajak kita melihat lebih dalam bahwa rencana menghadirkan kembali kereta untuk petani adalah sebuah pernyataan politik transportasi, bukan hanya kebijakan operasional.
Kilas Balik: Dari Gerbong Dagang ke Nostalgia Kolektif
Sejarah mencatat bahwa kereta memang pernah menjadi moda utama bagi petani dan pedagang dalam mengangkut hasil bumi. Pada masa Hindia Belanda, dikenal pikoenlanwagen gerbong barang khusus yang diperuntukkan bagi para pedagang pasar.
Tradisi ini berlanjut di era PJKA, dengan kehadiran kereta pasar atau trem pasar di sejumlah kota besar. Kala itu, keberadaan rel sangat vital karena jalan raya belum berkembang seperti sekarang. Bagi pedagang kecil, naik kereta adalah bagian dari rutinitas ekonomi harian.
Namun, seiring berkembangnya waktu, moda tersebut perlahan menghilang. Hal ini terjadi karena beberapa faktor:
Perubahan pola distribusi, di mana kendaraan pribadi dan angkutan darat menjadi pilihan utama.
Orientasi bisnis KAI yang lebih fokus ke penumpang umum, khususnya di kawasan padat.
Biaya operasional tinggi dan keterbatasan subsidi, membuat gerbong pasar tidak lagi efisien secara finansial.
“Sayangnya, seiring waktu, layanan ini perlahan hilang. Penyebabnya berlapis. Pertama, perubahan pola ekonomi dan distribusi barang.”
Hilangnya kereta pasar menyisakan lubang sosial. Petani dan pedagang kecil kehilangan akses transportasi murah dan stabil. Tarif logistik menjadi tidak menentu, margin keuntungan menyusut, dan ketergantungan pada jalur darat meningkat.
Sementara itu, kenangan akan kereta pasar tetap hidup di tengah masyarakat. Suasana khas gerbong berisi pisang, daun, dan obrolan akrab para pedagang menjadi bagian dari sejarah lisan yang tak mudah hilang.
“Aroma pisang, teri, hingga daun pisang yang memenuhi gerbong, bercampur dengan obrolan khas pedagang, menjadi kenangan yang sulit dilupakan.”
Masa Depan Transportasi untuk Ekonomi Lokal
Pertanyaan berikutnya: bagaimana agar kereta khusus petani tidak hanya bernasib sebagai eksperimen sesaat?
Perlu ada perencanaan matang, mulai dari infrastruktur hingga pola subsidi yang berkelanjutan. Pemerintah dan KAI harus melibatkan komunitas petani, pedagang pasar, serta pemangku kepentingan ekonomi lokal dalam mendesain rute, jadwal, dan mekanisme layanan.
Transportasi publik, jika diarahkan dengan visi sosial, bisa menjadi alat pemulihan dan pemberdayaan ekonomi rakyat. Kereta bukan hanya tentang mobilitas, melainkan juga tentang keadilan akses dan peluang ekonomi.
“Hanya dengan begitu kita bisa menilai: apakah ini inovasi yang membanggakan, atau sekadar nostalgia yang terulang kembali.”

Zahra Kurniawati
variaenergi.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Premier League : Strategi Lemparan ke Dalam Brentford Bikin Chelsea Kehilangan Poin
- Minggu, 14 September 2025
Arsenal Dominan Atasi Nottingham Forest, Puncaki Klasemen Premier League
- Minggu, 14 September 2025
Terpopuler
1.
OPPO Pad 5 Tawarkan Layar 3K dan Dimensity 9400+
- 14 September 2025
2.
Xiaomi 15T Pro Hadir dengan Kamera Periscope 5x
- 14 September 2025
3.
Harga HP Xiaomi September 2025 Terbaru, Redmi 15R Rilis
- 14 September 2025
4.
Nokia Luncurkan Mission-Safe Phone, Smartphone Taktis Militer
- 14 September 2025
5.
Review Nokia 7.1 Bekas RAM 4GB: Desain Premium, Harga Masih Realistis
- 14 September 2025