Desakan Publik Terhadap Sri Mulyani dan Pejabat Pemerintah untuk Fokus Kelola BPI Danantara, Mundur Sebagai Solusi?
- Selasa, 25 Februari 2025

JAKARTA - Di tengah meningkatnya perhatian masyarakat terhadap kinerja Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), suara-suara kritis pun bermunculan menyoroti pentingnya ketidakrangkapjabatan bagi para pengurusnya. Sosok-sosok yang saat ini berperan dalam manajemen BPI Danantara, di antaranya Rosan P Roeslani, Dony Oskaria, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, didesak untuk melepaskan peran mereka sebagai menteri atau wakil menteri di Kabinet Merah Putih. Hal ini dianggap penting untuk memastikan bahwa mereka bisa sepenuhnya berkonsentrasi pada pengelolaan BPI Danantara yang dianggap strategis bagi masa depan ekonomi Indonesia.
Pengamat hukum dan pembangunan terkenal, Hardjuno Wiwoho, menyatakan pandangannya yang kritis tentang perlunya melepaskan jabatan ganda. "Saya kira, semua yang masih menjabat Menteri atau wakil menteri di Kabinet Merah Putih harus mundur. Mulai Rosan, Donny, Erick Thohir dan Sri Mulyani harus mundur. Agar mereka bisa fokus ke BPI Danantara," tegasnya. Menurut Hardjuno, kehadiran BPI Danantara layak untuk mendapatkan dukungan penuh karena tujuannya yang mulia untuk menjadikan Indonesia mandiri secara finansial dan memperkuat ekonominya. "Sehingga negara bisa tidak bergantung kepada utang dan menciptakan lapangan kerja, menuju kesejahteraan rakyat. Kita dukung dong," tambahnya lagi.
Peraturan mengenai larangan rangkap jabatan bagi menteri telah diatur dalam Pasal 23 UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Peraturan ini menyatakan bahwa menteri dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lain, termasuk komisaris atau direksi perusahaan negara atau swasta. "Kalau baca UU No 39 Tahun 2008 itu, menteri dilarang rangkap jabatan apapun, karena menteri jabatan publik,” tegas Hardjuno. Peraturan ini menjadi dasar pertimbangan dalam pembahasan tentang peran ganda yang diemban oleh beberapa pejabat tinggi negara.
Terkait pengelolaan dana yang besar oleh BPI Danantara, yaitu mencapai $20 miliar atau sekitar Rp360 triliun dengan kurs Rp16.000 per dolar AS, Hardjuno menekankan bahwa modal tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Artinya apa, modalnya dari APBN. Ingat, 70 persen APBN berasal dari pajak yang dipungut dari rakyat yang hidupnya sudah ngos-ngosan. Jadi enggak main-main. Sebaiknya memang harus mundur," tandasnya. Dana ini dianggap luar biasa besar dan penting untuk dikelola dengan penuh perhatian dan fokus, agar dapat menguntungkan masyarakat secara keseluruhan.
Hardjuno juga menegaskan bahwa desakannya agar para pejabat ini mundur bukan berarti meragukan kompetensi mereka dalam mengelola BPI Danantara. Namun, upaya ini lebih dimaksudkan untuk menghindari potensi konflik kepentingan dan memastikan bahwa pengawasan serta pengelolaan dana dilakukan secara transparan dan akuntabel. "Saya yakin mereka punya kompetensi tinggi. Bahkan, CEO BPI Danantara semula kan bukan Pak Rosan. Sudahlah semua orang juga tahulah. Nah, di antara orang-orang yang kompeten itu punya jabatan strategis lain. Ini yang dikhawatirkan menimbulkan conflict of interest," imbuhnya.
Selain Hardjuno, Direktur Ekonomi dari Center of Economic and Law Studies (Ceios), Nailul Huda, turut menyuarakan pandangannya. Menurutnya, Rosan dan Dony seharusnya mengundurkan diri dari jabatan menteri dan wakil menteri mereka. "Mereka harus mundur dari jabatan politik, termasuk Menteri dan Wamen," ujar Nailul. Pendapat ini menggarisbawahi pentingnya integritas dalam pengelolaan investasi negara.
Melihat situasi ini, BPI Danantara dihadapkan pada tuntutan untuk memiliki struktur yang jelas dan transparan. Sebagai badan super holding yang mengelola dana negara yang besar, penting bagi BPI Danantara untuk berbeda dari model seperti Temasek di Singapura atau Khazanah di Malaysia, yang dibiayai oleh profit BUMN yang telah dikumpulkan selama bertahun-tahun. Hal ini membutuhkan audit yang betul-betul konkret dan berlapis-lapis, untuk mengamankan akuntabilitas dana yang sangat besar ini.
Dalam kondisi ini, keputusan untuk tetap menjabat dengan rangkap peran atau memilih fokus pada institusi baru ini menjadi pertanyaan besar yang harus segera dijawab oleh para petinggi di BPI Danantara. Keputusan ini tidak hanya akan menentukan arah masa depan BPI Danantara, tetapi juga dapat merefleksikan seberapa serius komitmen pemerintah Indonesia dalam memajukan ekonomi bangsa melalui lembaga yang strategis ini. Dengan mempertimbangkan besarnya harapan publik dan pentingnya pengelolaan dana dengan cermat, langkah-langkah ke depan perlu dipikirkan dengan matang, agar BPI Danantara dapat mencapai tujuannya tanpa ada kendala yang berarti.

Zahra Kurniawati
variaenergi.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Premier League : Strategi Lemparan ke Dalam Brentford Bikin Chelsea Kehilangan Poin
- Minggu, 14 September 2025
Arsenal Dominan Atasi Nottingham Forest, Puncaki Klasemen Premier League
- Minggu, 14 September 2025
Terpopuler
1.
OPPO Pad 5 Tawarkan Layar 3K dan Dimensity 9400+
- 14 September 2025
2.
Xiaomi 15T Pro Hadir dengan Kamera Periscope 5x
- 14 September 2025
3.
Harga HP Xiaomi September 2025 Terbaru, Redmi 15R Rilis
- 14 September 2025
4.
Nokia Luncurkan Mission-Safe Phone, Smartphone Taktis Militer
- 14 September 2025
5.
Review Nokia 7.1 Bekas RAM 4GB: Desain Premium, Harga Masih Realistis
- 14 September 2025