Minggu, 14 September 2025

Penurunan Harga Batu Bara Dipengaruhi Situasi Ekonomi China dan Kebijakan Energi di AS yang Menghantui Produksi Global

Penurunan Harga Batu Bara Dipengaruhi Situasi Ekonomi China dan Kebijakan Energi di AS yang Menghantui Produksi Global
Penurunan Harga Batu Bara Dipengaruhi Situasi Ekonomi China dan Kebijakan Energi di AS yang Menghantui Produksi Global

JAKARTA - Pada Rabu, 26 Februari 2025, pasar komoditas mengalami penurunan harga batu bara yang didorong oleh faktor eksternal dari dua raksasa ekonomi dunia, China dan Amerika Serikat. Harga batu bara Newcastle mencatat penurunan yang signifikan dengan fluktuasi harga di pasar global.

Data terkini menunjukkan bahwa harga batu bara Newcastle untuk Februari 2025 naik tipis sebanyak US$ 0,4, mencapai US$ 102,4 per ton. Namun demikian, harga untuk kontrak di bulan Maret mengalami koreksi sebesar US$ 0,7, turun menjadi US$ 101,4 per ton, sementara kontrak bulan April merosot US$ 0,5 menjadi US$ 104,5 per ton. Situasi serupa tampak di pasar batu bara Rotterdam, di mana harga untuk Februari 2025 hanya menunjukkan sedikit peningkatan sebesar US$ 0,15 menjadi US$ 99,9 per ton. Sebaliknya, harga bulan Maret turun US$ 0,95 menjadi US$ 93,3 per ton, sedangkan harga untuk bulan April naik US$ 0,7 hingga mencapai US$ 93 per ton.

Penurunan harga ini tak lepas dari sentimen negatif yang berasal dari pasar China. Shenhua Energy, sebagai importir batu bara terbesar di China, telah menghentikan pembelian batu bara impor dari pasar spot. Hal ini dilakukan akibat meningkatnya stok yang tercatat di pelabuhan-pelabuhan China, yang mana diperkirakan akan menekan harga batu bara di pasar internasional. Kebijakan ini ditentukan oleh perusahaan induknya, CHN Energy Investment Group (CEIC), dan akan mulai diterapkan untuk pengiriman yang sudah dijadwalkan sejak bulan April nanti. Seorang pedagang senior batu bara yang berbasis di Singapura, bersama dua analis lain yang memilih anonim, memastikan bahwa langkah ini memang akan mengerahkan pengaruh signifikan terhadap harga global.

Di sisi lain, Amerika Serikat juga memberikan sumbangsih terhadap melemahnya harga batu bara lewat kebijakan energinya. Para produsen listrik di AS telah mengumumkan rencana penutupan 8,1 gigawatt (GW) kapasitas pembangkit listrik berbahan bakar batu bara sepanjang tahun 2025. Ini merupakan hampir dua kali lipat dari jumlah penutupan yang tercatat pada tahun 2024. Menurut laporan terbaru dari Badan Informasi Energi AS (EIA), pada tahun 2024, kapasitas yang ditutup hanya mencapai 4 GW, menandakan perlambatan dibandingkan dengan 9,8 GW yang ditutup rata-rata setiap tahun selama sepuluh tahun terakhir. "Kami telah melihat peningkatan signifikan dalam upaya mengurangi ketergantungan pada pembangkit listrik tenaga batu bara, mengingat adanya peralihan nasional menuju sumber energi yang lebih ramah lingkungan," jelas seorang pejabat dari EIA.

Sentimen negatif dari China kali ini cukup mengejutkan beberapa analis, meskipun kebijakan ini sebenarnya sudah diperkirakan sejak beberapa bulan lalu ketika China mengindikasikan tingkat stok yang tinggi di pelabuhan-pelabuhan utama. Seiring dengan itu, tingkat konsumsi domestik yang relatif lebih lambat dari perkiraan awal turut memberikan tekanan pada harga batu bara dunia. "China memang memiliki peranan besar sebagai importir utama, jadi langkah penahanan impor ini jelas menjadi faktor penentu utama bagi fluktuasi harga global saat ini," ungkap seorang analis komoditas yang enggan disebutkan namanya.

Di tengah situasi ini, para pelaku pasar di sektor batu bara harus memantau perkembangan di dua negara tersebut dengan cermat. Apalagi, harga komoditas juga kerap dipengaruhi oleh kebijakan politik dan ekonomi yang lebih luas, termasuk berbagai upaya negara-negara dalam melaksanakan agenda dekarbonisasi. Langkah-langkah substansial seperti yang diambil oleh Amerika Serikat menambah dinamika dalam pasar energi global, terutama dalam menghadapi tantangan dari transisi energi berkelanjutan ke energi bersih. Keberlanjutan sentimen negatif ini tentu akan menentukan bagaimana harganya bergerak dalam waktu dekat dan dampaknya bagi perekonomian negara-negara penghasil batu bara, termasuk Indonesia.

Pakar energi memperingatkan bahwa ketidakpastian harga yang terus berlanjut bisa berdampak pada proses investasi di sektor ini. Dengan kebijakan energi yang kian ketat dari sejumlah negara tujuan ekspor, pemain industri di tanah air didorong untuk mencari pasar baru serta diversifikasi produk guna menjaga agar bisnis tetap menguntungkan. "Strategi yang tepat pada akhirnya akan menentukan bagaimana industri batu bara dapat menavigasi persaingan dan regulasi di pasar global yang selalu dinamis," tutup seorang analis energi dari Jakarta. Meski saat ini perhatian tertuju pada China dan AS, perkembangan dari negara-negara lain juga patut diwaspadai oleh industri guna mempertahankan daya saing di kancah internasional.

Zahra Kurniawati

Zahra Kurniawati

variaenergi.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Daftar Harga HP Realme Terbaru Lengkap Semua Seri Populer

Daftar Harga HP Realme Terbaru Lengkap Semua Seri Populer

Premier League : Strategi Lemparan ke Dalam Brentford Bikin Chelsea Kehilangan Poin

Premier League : Strategi Lemparan ke Dalam Brentford Bikin Chelsea Kehilangan Poin

Arsenal Dominan Atasi Nottingham Forest, Puncaki Klasemen Premier League

Arsenal Dominan Atasi Nottingham Forest, Puncaki Klasemen Premier League

Real Madrid Kalahkan Sociedad, Jaga Rekor Sempurna di LaLiga

Real Madrid Kalahkan Sociedad, Jaga Rekor Sempurna di LaLiga

Barcelona vs Valencia LaLiga, Jadwal Tayang dan Live Streaming

Barcelona vs Valencia LaLiga, Jadwal Tayang dan Live Streaming