Menuju Era Energi Bersih: Seberapa Dekat Indonesia dengan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir?
- Jumat, 28 Februari 2025

JAKARTA - Indonesia semakin serius mempertimbangkan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sebagai bagian dari upaya memenuhi kebutuhan energi bersih dan mengurangi emisi karbon. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah negara menunjukkan minat untuk bekerja sama dalam pembangunan PLTN di Indonesia, yang dipandang sebagai langkah strategis untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.
Aryo Djojohadikusumo, Wakil Ketua Umum Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyatakan bahwa setidaknya ada tiga negara yakni Amerika Serikat, Rusia, dan Tiongkok yang telah menyampaikan proposal kerjasama pembangunan PLTN. "Dari Amerika, Westinghouse Nuclear sudah bermitra dengan Kadin (Kamar Dagang Indonesia)," ungkap Aryo.
Rusia, yang diwakili oleh Sekretaris Dewan Keamanan Sergei K. Shoigu, menawarkan kerjasama membangun PLTN dengan menunjuk Rosatom State Atomic Energy Corporation sebagai pelaksana proyek jika negosiasi berhasil. Saat ini, Rosatom memiliki berbagai kontrak PLTN di Asia, termasuk di India dan Vietnam.
Sementara itu, Tiongkok melalui China National Nuclear Corporation (CNNC), yang dikenal memiliki monopoli di bidang energi nuklir, juga telah mengajukan proposal kepada Ketua Umum Kadin Anindya Bakrie pada kunjungannya ke China pada November 2024. "Anindya Bakrie bersama dengan anggota-anggota Kadin yang lain telah bertemu dengan CNNC," kata Aryo.
Presiden Prabowo Subianto turut menegaskan komitmen Indonesia untuk mempercepat pembangunan PLTN. "Nuklir bukan hanya untuk senjata. Nuklir untuk kesehatan, nuklir untuk benih-benih padi dan nuklir untuk energi. Energi terbarukan dan energi paling bersih di antaranya nuklir," ujarnya.
Wacana pembangunan PLTN juga telah didorong oleh pemerintahan sebelumnya. Mantan Presiden Joko Widodo menginisiasi pembentukan Nuclear Energy Program Implementation Organization (NEPIO), yang diketuai Luhut Binsar Pandjaitan, untuk mempercepat persiapan dan pembangunan PLTN di Indonesia. Pemerintah telah meneliti beberapa lokasi potensial, termasuk Pulau Gelasa di Kepulauan Bangka Belitung, sebagai situs potensial pembangunan PLTN.
Dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) yang disahkan oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pada akhir tahun 2024, energi nuklir diarahkan untuk menjadi bagian dari bauran ketenagalistrikan nasional. Pada tahun 2060, Kementerian ESDM menargetkan operasionalnya PLTN dengan kapasitas 35 gigawatt elektrik (GWe) untuk memproduksi listrik hingga 276 terawatt-hour (TWh). Energi nuklir diproyeksikan menyumbang sekitar 7,9% dari kapasitas total semua pembangkit listrik di Indonesia.
Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung dalam rapat dengan DPR RI menyatakan bahwa pengembangan PLTN ditargetkan dimulai pada periode 2029-2032, mengikuti rekomendasi Dewan Energi Nasional (DEN). "Bauran EBT akan terus meningkat dari sekitar 16% pada tahun 2025 menjadi 74% pada tahun 2060. Pada tahun 2044, baurannya mencapai 52%," jelas Yuliot.
Namun, rencana ini tidak luput dari tantangan, terutama terkait dengan penerimaan masyarakat. Meskipun survei Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) pada 2017 menunjukkan bahwa 77,53% penduduk Indonesia setuju dengan pembangunan PLTN, masih ada kelompok masyarakat dan pakar yang menyoroti perlunya transparansi. Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR), menekankan bahwa pemerintah harus terbuka terkait proyek ini, khususnya rencana pembangunan PLTN thorium di Pulau Gelasa. Menurutnya, PT Thorcon Power Indonesia, yang diajukan untuk proyek tersebut, belum memiliki rekam jejak dalam proyek serupa, sehingga penting untuk membuka dokumen proyek kepada publik agar dapat ditinjau secara kritis.
Dari perspektif kebutuhan energi, sejumlah riset menyarankan bahwa energi nuklir mungkin tidak bisa dihindari jika Indonesia serius mencapai target NZE. Mahasiswa doktoral di bidang Nuclear Engineering di Institute of Science Tokyo, Andika Putra Dwijayanto, berargumen bahwa penggunaan energi nuklir sangat bergantung pada komitmen pemerintah dalam mengejar misi tersebut. Andika merujuk pada pengalaman sukses Prancis dengan energi nuklir yang membantu negara tersebut memiliki salah satu jaringan kelistrikan terbersih di Uni Eropa. Sebaliknya, Jerman dan Jepang mencatat peningkatan emisi gas rumah kaca setelah menutup PLTN mereka pascatragedi Fukushima.
Meskipun keputusannya akan menuntut pertimbangan matang dari berbagai pihak, Indonesia tampaknya siap melangkah ke depan dalam memanfaatkan energi nuklir sebagai bagian dari solusi energi bersih serta langkah nyata untuk mencapai NZE di masa depan. Memadukan teknologi dan kebijakan yang tepat akan menjadi kunci untuk memastikan bahwa PLTN dapat dibangun dan beroperasi dengan aman dan bermanfaat bagi masyarakat.

Zahra Kurniawati
variaenergi.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Premier League : Strategi Lemparan ke Dalam Brentford Bikin Chelsea Kehilangan Poin
- Minggu, 14 September 2025
Arsenal Dominan Atasi Nottingham Forest, Puncaki Klasemen Premier League
- Minggu, 14 September 2025
Terpopuler
1.
OPPO Pad 5 Tawarkan Layar 3K dan Dimensity 9400+
- 14 September 2025
2.
Xiaomi 15T Pro Hadir dengan Kamera Periscope 5x
- 14 September 2025
3.
Harga HP Xiaomi September 2025 Terbaru, Redmi 15R Rilis
- 14 September 2025
4.
Nokia Luncurkan Mission-Safe Phone, Smartphone Taktis Militer
- 14 September 2025
5.
Review Nokia 7.1 Bekas RAM 4GB: Desain Premium, Harga Masih Realistis
- 14 September 2025